Pangkalpinang – Bayang-bayang kasus dugaan pungutan liar (pungli) dalam tata niaga ekspor lada putih mulai menyeruak ke permukaan. Nama **Prof. Saparudin**, Direktur PT Bumi Bangka Belitung Sejahtera (PT BBBS), yang kini juga maju sebagai calon Wali Kota Pangkalpinang pada Pilkada Ulang 2025, masuk dalam sorotan. Pria yang akrab disapa **Udin** itu bahkan sempat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pungutan Rp350 per kilogram lada putih yang dipersoalkan banyak pihak.
Informasi yang beredar di kalangan pejabat Babel menyebutkan, pemeriksaan terhadap Udin dilakukan dalam rangka klarifikasi dugaan praktik pungli yang melibatkan BUMD milik Pemprov Babel tersebut. PT BBBS selama ini menjadi pintu utama pungutan dari eksportir lada putih dengan dalih biaya administrasi ekspor.
Namun hasil investigasi KPK menunjukkan, dana hasil pungutan justru dibagi ke berbagai lembaga tanpa dasar hukum yang jelas, mulai dari Kantor Pemasaran Bersama (KPB), Badan Pengelolaan, Pengembangan, dan Pemasaran Lada (BP3L), hingga koperasi dan tim pengawasan.
Pembagian yang tidak transparan inilah yang dinilai membuka ruang besar terjadinya korupsi. Bahkan, KPK dalam surat resminya menegaskan bahwa pungutan semacam ini **berpotensi menjadi tindak pidana korupsi** lantaran tidak memiliki dasar hukum yang kuat serta minim akuntabilitas dalam penggunaan dana.
Meski status hukum Udin masih sebatas klarifikasi, kabar yang berhembus kuat menyebut bahwa KPK tengah mengumpulkan bukti tambahan.
"KPK kemungkinan besar baru akan bergerak pasca Pilkada Ulang Pangkalpinang 2025. Saat ini semua proses masih tahap pencegahan dan pengumpulan informasi," ujar seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya.
Kabar ini sontak membuat dinamika politik Pangkalpinang semakin panas. Sebab, Pilkada Ulang yang digelar 27 Agustus 2025 menjadi pertaruhan besar bagi Udin.
Jika berhasil memenangkan kontestasi, posisinya sebagai kepala daerah akan diuji dengan isu integritas yang kini melekat.
Sebaliknya, jika tersandung kasus hukum, Udin berpotensi kehilangan legitimasi di mata publik dan bahkan berhadapan dengan risiko hukum yang serius.
Dalam rekomendasi resmi, KPK mendorong agar Pemerintah Provinsi Bangka Belitung segera menata ulang tata niaga lada putih.
Rencana aksi yang disusun antara lain membuat payung hukum yang jelas, menata sistem pungutan agar hanya melalui BUMD dengan mekanisme **single payment**, serta menutup celah pungutan yang tidak memiliki dasar. Selain itu, KPK meminta pembangunan **aplikasi perdagangan lada putih terintegrasi** yang bisa diawasi lintas instansi, mulai dari BUMD, BP3L, karantina, hingga Direktorat Jenderal Pajak.
Namun, sorotan publik justru mengarah pada sosok Udin. Sebagai direktur BUMD sekaligus kandidat kepala daerah, ia berada di tengah pusaran kepentingan.
Banyak kalangan menilai, kasus ini bisa menjadi batu sandungan besar yang mencoreng citra dirinya sebagai calon pemimpin.
"Bagaimana mungkin seorang calon kepala daerah justru terlibat dalam dugaan pungli yang berpotensi merugikan masyarakat petani lada? Ini harus menjadi perhatian serius pemilih," kata seorang pengamat politik lokal.
Sementara itu, kubu pendukung Udin berusaha meredam isu tersebut. Mereka menyebut pemeriksaan KPK hanyalah bagian dari prosedur biasa dan tidak ada indikasi tindak pidana.
"Prof. Udin hanya memberikan klarifikasi. Tidak ada status tersangka ataupun perkara yang ditetapkan," ujar salah satu tim suksesnya.
Namun, publik terlanjur mencatat bahwa KPK jarang berhenti pada sekadar klarifikasi jika telah menemukan indikasi yang cukup.
Apalagi, KPK sendiri menegaskan bahwa pungutan dalam tata niaga lada putih **harus segera ditata ulang** karena sangat rawan korupsi. Itu artinya, peluang kasus ini berkembang tetap terbuka lebar.
Kini, semua mata tertuju pada dua momentum penting. Pertama, hasil Pilkada Ulang Pangkalpinang yang akan menentukan nasib politik Prof. Udin.
Kedua, langkah hukum KPK setelah kontestasi politik selesai. Jika benar KPK melanjutkan penyidikan, maka sejarah bisa mencatat bahwa seorang kepala daerah di Babel tersandung kasus lada putih hanya beberapa saat setelah dilantik.
Di tengah ketidakpastian ini, masyarakat Pangkalpinang dan petani lada di Babel hanya bisa berharap agar penegakan hukum berjalan tegas, transparan, dan adil. Sebab, lada putih yang selama ini menjadi kebanggaan daerah tidak seharusnya ternodai oleh praktik pungutan liar yang menguntungkan segelintir orang. (Redaksi)