BANGKA TENGAH - Kasus dugaan tindak pidana korupsi berjamaah dalam penjualan aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangka Tengah kembali mencuat. PT Mitra Prima Sejahtera diduga menjual aset negara secara ilegal dengan potensi kerugian mencapai Rp 80 miliar.
Lahan seluas 61 hektar, yang sebelumnya merupakan milik PT Kobatin dan telah menjadi aset sah milik Pemkab Bangka Tengah sejak tahun 2020, menjadi sorotan. PT Mitra Prima Sejahtera disebut-sebut menyewa lahan tersebut sejak tahun 2022, namun justru melakukan pemotongan dan penjualan berbagai aset berharga di atasnya, seperti washing plant (tinsheed), smelter, workshop, hingga material besi bernilai tinggi.
Penjualan aset negara ini diduga luput dari perhatian otoritas yang berwenang, mulai dari Bagian Aset BPKAD, Satuan Polisi Pamong Praja, hingga Bupati Bangka Tengah.
"Bagaimana mungkin aset sebesar itu bisa hilang tanpa sepengetahuan Pemkab?" ujar sumber internal di lingkungan pemerintahan daerah yang enggan disebutkan namanya.
Pantauan di lapangan menunjukkan lokasi eks aset tersebut kini telah rata dengan tanah. Aktivitas pemotongan dan pengangkutan material diduga dilakukan dalam waktu yang cukup lama tanpa adanya tindakan tegas dari pihak yang berwenang.
Pemilik PT Mitra Prima Sejahtera dikabarkan memiliki hubungan keluarga dengan Thamron, seorang terpidana kasus tata kelola timah yang saat ini tengah ditangani Kejaksaan Agung RI. Fakta ini memperkuat dugaan adanya jaringan korupsi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk oknum pejabat daerah.
Publik menanti langkah tegas aparat penegak hukum, terutama Kejaksaan Tinggi Babel dan Kejaksaan Agung, untuk mengungkap tuntas dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah ini.
Kasus ini menjadi cerminan pengelolaan aset daerah, sekaligus ujian bagi komitmen Pemkab Bangka Tengah dalam menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Tags
Berita





