Mentok, Bangka Barat – Tim gabungan Satuan Polisi Perairan dan Udara (Satpolairud) Polres Bangka Barat bersama Direktorat Polairud Polda Kepulauan Bangka Belitung mengamankan sejumlah ponton Penambangan Inkonvensional (PIP) jenis selam yang diduga beroperasi tanpa izin di perairan Laut Keranggan dan Teluk Inggris pada Sabtu (13/12/2025) dini hari.
Operasi senyap ini dilaksanakan mulai Jumat malam (12/12/2025) sekitar pukul 22.50 WIB, sebagai bagian dari langkah intensif aparat kepolisian dalam menertibkan praktik Penambangan Tanpa Izin (PETI) di wilayah laut Bangka Belitung – kawasan yang selama ini dikenal rawan eksploitasi sumber daya timah secara ilegal.
Seluruh ponton yang diamankan telah dipasangi garis polisi dan akan ditarik ke Pos Satpolairud Polres Bangka Barat untuk penyelidikan lebih lanjut. Menurut sumber primer di lapangan yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan, operasi berjalan lancar dan tidak mendapat perlawanan berarti dari pekerja tambang.
“Ada razia tadi malam oleh Satpolairud Polres Bangka Barat dan Polda Babel. Fokus utama adalah menghentikan aktivitas penambangan ilegal yang berjalan aktif di dua titik perairan strategis. Saat ini ponton-ponton sudah dipasang police line dan dalam proses penarikan ke pos untuk penyelidikan,” ujar sumber tersebut.
Pelaksanaan operasi pada malam hari dilakukan untuk meminimalisir kebocoran informasi dan menghindari pergerakan ponton yang kerap berpindah lokasi saat razia dilakukan secara terbuka.
Informasi Awal Kepemilikan Ponton Mencuat
Informasi mengenai kepemilikan ponton mulai terungkap dari keterangan yang disampaikan kepada Ketua Awam Babel, Mayrest Kurniawan, Amd. Menurut pengakuan JN, salah satu pekerja yang mengetahui aktivitas lokasi, terdapat sedikitnya lima ponton yang diduga milik seseorang bernama Aliang, dengan pengelolaan lapangan dikoordinasikan oleh Gofari dan rekan-rekannya. Selain itu, terdapat juga ponton yang diduga milik Aming, warga Lampung yang bertempat tinggal di Kampung Sawah.
“Yang saya tahu, ada lima ponton punya Aliang. Yang ngurus kerja ponton itu Gofari dan Dedi Cs. Ada juga ponton punya Aming, orang Lampung yang tinggal di Kampung Sawah,” jelas JN.
Pihak kepolisian mengingatkan bahwa informasi tersebut masih bersifat keterangan awal dan belum dapat dianggap sebagai fakta hukum sebelum mendapatkan konfirmasi resmi. Hingga berita ini diterbitkan, tim redaksi masih sedang mengupayakan keterangan resmi dari Polres Bangka Barat dan Polda Kepulauan Bangka Belitung terkait tiga poin utama:
1. Jumlah pasti ponton yang diamankan
2. Status hukum para pekerja tambang
3. Penelusuran terhadap pihak-pihak yang diduga sebagai pemilik modal atau aktor intelektual di balik aktivitas PETI
Konsekuensi Hukum dan Ekologis
Dalam banyak kasus PETI di Bangka Belitung, pekerja lapangan kerap menjadi pihak pertama yang diamankan, sementara pemilik modal dan pengendali operasi sulit tersentuh hukum. Secara yuridis, aktivitas penambangan tanpa izin di wilayah perairan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta ketentuan perlindungan wilayah pesisir dan laut dalam regulasi lingkungan hidup.
Secara ekologis, praktik tambang selam di laut dangkal seperti Laut Keranggan dan Teluk Inggris berpotensi merusak ekosistem pesisir, menurunkan kualitas air, serta mengancam mata pencaharian nelayan tradisional. Menurut literatur lingkungan pesisir, penambangan timah di laut tanpa pengelolaan yang tepat dapat menyebabkan sedimentasi berlebih, kerusakan terumbu karang, dan hilangnya biota laut dalam jangka panjang.
Pengamanan ponton ini mempertegas komitmen kepolisian dalam menegakkan hukum, sejalan dengan arahan Kapolda Kepulauan Bangka Belitung untuk memberantas praktik PETI yang merusak lingkungan dan merugikan negara. Publik kini menunggu apakah penegakan hukum akan berlanjut hingga menyentuh pihak-pihak yang berada di balik layar, bukan hanya berhenti pada pekerja dan alat tambang.
Tags
Berita





