BANGKA – Ketegangan di kebun sawit PT Gunung Maras Lestari (GML) kian memuncak. Setelah aksi protes awal, warga Desa Bukit Layang, Dalil, dan Kayu Besi kini menemukan lebih banyak alat berat siap membabat sawit. Penampakan ekskavator tambahan memicu kekhawatiran rencana tambang timah berjalan tanpa izin resmi.
“Semakin hari semakin nekat. Sekarang alat berat bertambah, sawit sudah banyak yang tumbang,” kata Suryadi, tokoh pemuda Kayu Besi, Minggu (22/9/2025). “Plasma 20 persen untuk masyarakat saja belum beres, kok langsung mau nambang timah?”
Jejak Oknum TNI di Area Proyek
Dalam aksi sebelumnya, dua pria berpostur militer sempat muncul. Salah satunya, Rio, mengaku anggota TNI dan mengklaim ditugaskan mengamankan rencana tambang mitra PT Timah Tbk. “Sudah koordinasi dengan Kodam Sriwijaya,” ujarnya singkat.
Namun saat warga meminta perwakilan perusahaan, Rio menolak dengan alasan pihak mitra PT Timah tidak berada di lokasi. Pria lain bernama Iwan menyebut aktivitas di area itu “baru sebatas penggarapan lahan.”
Aparat Desa: Tak Ada Izin, Tak Ada Sosialisasi
Kepala Desa Bukit Layang, Ahmad Nasir, menegaskan belum pernah menerima dokumen izin alih fungsi lahan. “Tidak ada surat pemberitahuan atau rapat sosialisasi. Sesuai aturan, perubahan lahan perkebunan menjadi pertambangan wajib disertai izin pemerintah provinsi dan rekomendasi desa. Sampai hari ini, kami belum tanda tangan apa pun,” ujarnya.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2018 mewajibkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk setiap alih fungsi lahan skala besar. Tanpa AMDAL dan izin eksploitasi dari Kementerian ESDM, kegiatan penambangan dinilai ilegal.
Bukti Lapangan: Sawit Tumbang, Tanah Dikeruk
Foto-foto kiriman warga memperlihatkan deretan ekskavator oranye dan kuning parkir di tengah kebun sawit, batang-batang sawit rebah, gundukan tanah, dan lubang bekas kerukan—tanda pembukaan lahan besar-besaran yang tak bisa lagi disebut “persiapan biasa”.
Ketimpangan Menganga
Pengamat ekonomi yang kerap tampil di kanal berita dan YouTube menilai praktik seperti ini hanya memperlebar jurang ketidakadilan. “Ketika pengelolaan sumber daya alam dilakukan tanpa keterlibatan masyarakat, dampaknya klasik: yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin,” ujar seorang pakar ekonomi regional.
Menurutnya, tanpa bagi hasil yang adil, keuntungan tambang hanya mengalir ke pemilik modal, sementara warga sekitar kehilangan lahan dan menanggung kerusakan lingkungan.
Desakan Warga
“Ini wilayah desa kami. Kalau tidak ada dasar hukumnya, kami menolak,” tegas Suryadi. Warga mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum menelusuri legalitas proyek sekaligus keterlibatan oknum TNI yang disebut-sebut mengamankan lokasi.
Pertemuan resmi dengan pihak perusahaan kembali gagal. Warga kini menunggu langkah tegas pemerintah provinsi dan aparat hukum: apakah rencana tambang timah di kebun sawit PT GML sah secara hukum, atau hanya manuver sepihak yang memanfaatkan nama besar perusahaan dan institusi militer. Tin
Tags
Berita