PANGKALPINANG -- Penyitaan sejumlah excavator oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, telah memicu reaksi beragam dari masyarakat. Sejumlah alat berat ditemukan terparkir di area belakang rumah warga dan tidak dalam kondisi beroperasi, sehingga memunculkan anggapan bahwa tindakan tersebut terkesan berlebihan dan kurang memiliki dasar yang kuat.
Sorotan terhadap tindakan Satgas PKH ini tidak hanya datang dari masyarakat, tetapi juga dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa. Ketua PMII Komisariat UBB dan Mahasiswa Hukum UBB, Nandini Putri, menyoroti bahwa inti persoalan bukan sekadar status operasional alat berat, melainkan validitas bukti permulaan yang dimiliki Satgas PKH sebelum melakukan penyitaan.
"KUHAP Pasal 39 memang memperbolehkan penyitaan terhadap barang yang diduga digunakan dalam tindak pidana, termasuk aktivitas tambang ilegal. Namun, frasa 'patut diduga' tidak bisa diartikan hanya sebatas kecurigaan," jelas Nandini.
Menurutnya, dugaan tersebut harus didukung oleh bukti permulaan yang objektif, seperti jejak aktivitas tambang, laporan yang terverifikasi, hasil pemetaan kawasan hutan, atau temuan teknis di lapangan. Tanpa bukti yang kuat, penyitaan dapat kehilangan legitimasi hukumnya.
"Pertanyaan yang muncul di publik adalah, bukti apa yang dimiliki PKH sehingga alat berat yang tidak beroperasi tetap disita? Jika alat hanya terparkir tanpa indikator keterlibatan dalam kegiatan ilegal, dasar penyitaan menjadi lemah dan berpotensi dinilai sebagai tindakan sewenang-wenang," ujarnya.
Nandini menambahkan bahwa kekhawatiran masyarakat menjadi relevan dalam konteks ini. Penegakan hukum terhadap tambang ilegal memang harus tegas, tetapi ketegasan tersebut tidak boleh mengabaikan asas kepastian hukum dan prinsip proporsionalitas.
"Penindakan yang tidak berbasis bukti justru dapat merusak kepercayaan publik dan membuka ruang penyalahgunaan kewenangan. Oleh karena itu, penting bagi PKH dan aparat terkait untuk memberikan penjelasan terbuka mengenai dasar penyitaan tersebut," tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam proses penegakan hukum. "Bukti permulaan apa yang digunakan, apakah penyitaan dipimpin oleh penyidik yang berwenang, dan bagaimana prosedur hukum dijalankan di lapangan. Transparansi adalah kunci untuk memastikan penegakan hukum tetap adil, terukur, dan tidak menimbulkan keresahan sosial," pungkasnya.
Tags
Berita





